Sabtu, 07 Februari 2015

Bunga Februari



Ini seperti jawaban
Ketika aku bermaksud memaksa Tuhan menceritakan masa depanku
Bukan lagi bermaksud, karena sebenarnya telah kumaki segala nasib yang mengaduk-aduk kesabaranku dengan pilu ketidakpastian
Pun dengan rasa putus yang tergantung di bawah pohon harapan
Akan sebuah rasa yang terus tumbang kemudian melahirkan tunas-tunasnya
Aku tak dapat menangis lagi
Agar tunas-tunas itu tak semakin subur dan memenuhi ladang hatiku
Perasaan yang berbuah kebimbangan
Saat bunga harapannya dipetik angin kalut
Angin yang berhembus dari ketidakpastian rimbamu
Lalu di mana harus kutangkap kepastianmu itu
Saat kau menjelma lebih gaib dari angin
Saat itu kenyataan mengenangmu tinggal dalam angan dan mimpi
Di suatu dunia yang mungkin aku bisa berbicara dengan hampa
Agar tak memenangkan badai yang kau paksaku tuk menuainya
Lalu kukatakan
Dalam kenyataan yang berliput kabar gaib
Tentang engkau yang entah di rimba mana
Bahwa tak setiap kedatangan harus ditunggu
Bahwa menanti jawaban nasib akan menggantungku
Lalu pergilah entah ke mana
Menjauh dari prasangkaku bahwa engkau tak pasti di mana
Pergilah dahulu menyeberangi masa mudamu
Dan bahwa bila aku sampai di masa depan
Mungkin kita bisa bertemu
Menemani takdir menyulam kenyataan
Ketika pohonku berbunga mekar
Disiram air langit Bulan Februari
Semoga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.