Selasa, 13 Desember 2011

Belanda: Tuan Sejarah Indonesia?


Belanda merupakan negara kecil bagian dari Eropa Barat yang pernah menjajah Indonesia selama 3,5 abad. Dalam sepak terjangnya memberlakukan pemerasan dan kerja rodi, ternyata negeri terompah kayu tersebut melaksanakan pula aksi 'pencurian' benda-benda bersejarah milik negara kita, seperti: suluk, patung, dan sebagainya. Bahkan beberapa sumber menyebutkan bahwa Kitab-kitab Walisongo juga banyak yang dibawa Belanda. Prosesnya, tentu tak sukar bagi penguasa Hindia-Belanda pada masa itu untuk memboyong benda-benda yang dianggap mempunyai nilai ke negerinya. Tidak sedikit benda karya budaya masyarakat diboyong ke negeri kincir angin tersebut, baik dengan cara merampas pada masa penjajahan maupun membeli dari seorang kolektor.

Minggu, 11 Desember 2011

Fragmen Debu

Fragmen debu
Entah serupa apa
Hanya kilasannya getarkan kata
Di mana manusia sandarkan hayatnya

            Debu
Bukan banding aku dengannya
            Dunia ini satu alam raya
            Jika kami sebanding
            Apalah sebesarku

Langkah terlampau kecil
Revolusi setitik mungil
Tapi
Bukanlah aku debu sekali-kali

Sabtu, 10 Desember 2011

CAK DURASIM : PAHLAWAN SENI

Siapa yang tak kenal pada Gondo Durasim atau yang lebih familiar dengan panggilan Cak Durasim? Nama Cak Durasim kerap disebut dalam pembahasan-pembahasan seni. Bahkan mahasiswa-mahasiswa ITB selalu merujuk padanya bila memperbincangkan hal mengenai ludruk. Seniman ludruk ini merupakan pencetus awal atas keberadan kontroversi social dalam wujud seni. Parikan prioritas Cak Durasim yang berbunyi “ Pegupon omahe doro, melu Nippon tambah soro” menjadi bukti otentik akan sejarah kritisasi yang telah tumbuh sejak zaman penjajahan Jepang.. awalnya, pemerintah Jepang tidak mengerti bahwa pantun berbahasa Jawa tersebut merupakan ekspresi sinisme yang menghunus pihaknya. Namun kidungan keras yang berkamuflase dalam ludruk tersebut akhirnya terbongkar entah oleh siapa. Dan tragedy mengisahkan bahwa Cak Durasim ditangkap secara tidak manusiawi saat menggelar pentas di Desa Mojorejo kabupaten Jombang, dan kemudian wafat setahun sesudahnya.