20 Mei, sadarkah kawan akan makna tersirat dari berputarnya waktu
hingga menunjuk tanggal tersebut? Tanggal 20 Mei diyakini sebagai hari sakral
yang menyimpan momen perjuangan rakyat Nusantara. Tepatnya semenjak tahun 1908,
yang merupakan tahun berdirinya organisasi Boedi Oetomo.
Dari sudut pandang seremonial, kita dapat melihat secara kasat
mata bahwa penghormatan berupa upacara Hari Kebangkitan Bangsa atau yang lebih
akrab disebut HARKITNAS tersebut masih
sedikit nampak di sekitar kita. Namun, bukankah regenerasi perjuangan di kancah
era masa kini justru lebih penting dari sekadar rangkaian upacara peringatan?
Bukan bermaksud membandingkan masa sekarang yang disebut sebagai
era reformasi dengan era orde baru, namun untuk sekedar bercermin tidak ada
salahnya kita menengok ke lorong zaman
dahulu di mana rezim orde baru masih berjaya, semangat HARKITNAS tidak hanya
digencarkan melalui acara-acara seremonial serupa upacara tetapi juga selalu
direfleksikan dalam berbagai kegiatan yang bersifat menstimulasi semangat nasionalis,
seperti lomba-lomba, seminar, pameran pembangunan, bazar produk dalam negeri
dan lain sebagainya.
Dan, mengapa di ruang penuh kebebasan
dan kesempatan bernama era reformasi ini kegiatan-kegiatan bernafaskan
peringatan HARKITNAS yang semestinya melebihi peringatan di masa Orde Baru
justru semakin memudar bahkan tenggelam oleh hingar-bingar problema yang justru
bertolak arus dengan jiwa patriotis? Padahal, jika kita meninjau makna
reformasi hakikatnya merupakan iklim yang menunjang berkibarnya panji-panji
perjuangan yang akan mewujudkan cita-cita bangsa.
Nampak jelas di hadapan kita, berbagai
konflik yang menimbulkan disintregasi antar warga Indonesia semakin menanjakkan
pamornya. Jangankan debut perjuangan sejati, bahkan sekedar wacana kebangsaan
seringkali terabaikan oleh perhatian kita. Jika sudah begitu, bagaimana kita
d`pat menderaskan kembali derap langkah dalam rangka menggapai perwujudan
cita-cita bangsa?
Antara warga negara dan Pemerintah
sama-sama mengacuhkan arti Hari Kebangkitan. Sekarang bukan waktunya untuk
mengadu memperdebatkan mengenai siapa yang layak disalahkan. Entah kebobrokan
moral bangsa ataukah kemerosotan kualitas pemerintahan yang lebih pantas
menyandang gelar biang keladi. Peringatan serta reinkarnasi Kebangkitan Bangsa lebih
penting untuk dihidupkan daripada meengadu argumen-argumen omong kosong yang
hanya menyumbangkan kebisingan.
Jika peringatan tanggal 20 Mei sebagai hari sakral
Kebangkitan Nasional saja tidak dapat menyita perhatian kita selaku warga
negara yang baik, bagaimana mungkin kita dapat menguras perhatian kita
seutuhnya untuk menggugah kembali semangat perjuangan serta persatuan bangsa?
Padahal semestinya semangat kebangkitan tidak hanya harus disulut dalam balutan
upacara peringatan sekali dalam setahun. Semangat kebangkitan sejati telah
terlahir jauh sebelum kelahiran Organisasi Boedi Oetomo dijadikan tonggak
momentum perjuangan rakyat. Jiwa pejuang sebenarnya justru senantiasa
membangkitkan semangat berbangsa setiap kali mereka bernafas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.